Tahun 2009, Proyeksi Produksi Batubara 236 Juta Ton
Jakarta, IEW ? Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memproyeksikan produksi batubara pada tahun 2009 sebesar 236 juta ton. Dari total produksi tersebut yang dipakai untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang sering disebut dengan DMO (Domestic Market Obligation) ditetapkan sebesar 28,6 persen. ?PNDP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) dari Batubara yang disetuji DPR sebesar Rp 15 trilyun,? kata Dr. Ir. Bambang Setiawan, Dirjen Minerbapabum DESDM (Direktur jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (25/11/08).
PNDP tersebut berdasarkan harga tertinggi batubara pada Juni-Juli lalu. ?Tapi dengan harga sekarang, tentu akan ada revisi,? kata Bambang Gatot Aryono, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batubara, Ditjend Minerbapabum DESDM, menambahkan. Berapa revisinya? ?Sedang dihitung,? kilah Bambang Gatot.
Kendati index harga cenderung turun, kedua pejabat DESDM yang sama-sama bernama awal Bambang tersebut, berupaya memperbesar penerimaan Negara dari sektor batubara. Di antaranya, ?Kami akan membentuk tim Pengawasan Penerimaan Negara, supaya wilayah yang dicakup lebih luas,? kata Bambang Setiawan. ?Saat ini, penerimaan negara dari KP (Kuasa Pertambangan) mulai naik. Penerimaan dari KP sama dengan penerimaan Kontrak Karya Logam,? tambahnya.
Disinggung mengenai kebutuhan batubara di dalam negeri, Bambang Setiawan, menegaskan setelah ditetapkannya DMO atau kewajiban pasokan ke dalam negeri, tidak ada alasan bagi pemerintah Indonesia untuk impor batubara. ?Karena prinsip kita begini, mengutamakan pasokan batubara dalam negeri tentunya kita berikan perlindungan, artinya perlindungan terhadap user,? sahut Bambang Gatot.
Untuk itu, lanjut Bambang Gatot, pihaknya mengeluarkan harga batubara sesuai dengan formula yang berlaku. Di antaranya mengacu pada Barlow Jongker Index, Global Index, Indonesian Coal Index dan Paltts. ?Setiap saat indeks harga batubara selalu berubah. Naik turun,? katanya sembari memperagakan gelombang harga dengan tangannya.
Ditanya tentang keluhan PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang mempersoalkan harga ekspor lebih murah dari harga lokal, Bambang Setiawan, menegaskan hal itu terjadi karena memakai pembanding yang tidak tepat. Harga ekpor yang dilihat saat ini, sebenarnya pelaksanaan kontrak tahun lalu. ?Framenya jelas beda. Tidak bisa dibandingkan,? ujarnya.
Bambang Gatot Aryono, menambahkan bahwa setiap periodesasi kontrak berbeda. ?Periodesasi yang akan menentukan harga batubara,? ujarnya.
Kendati prospek batubara untuk 2009 dari segi komoditas ada penurunan dan ekspansi agak tertahan, duo Bambang tersebut masih optimis terhadap produksi batubara. Pangkalnya dalam keadaan kritis, ?Kita tetap butuh listrik,? kilah Bambang Setiawan.
Mengenai terhambatnya pengesahan UU Minerba Undang Undang Mineral dan Batubara), Bambang Gatot menyebut adanya empat kendala. ?Pertama, adanya persoalan dari pemerintah mengenai kepastian hokum. Kedua, penetapan royalti pada waktu itu 1,5 persen intermediit produksi, tetapi methal 0,75 persen. Ketiga, adanya tumpang tindih dengan Kuasa Pertambangan (KP). Dan, keempat, PNBP yang tercatat hanya landrand dan royalti sehingga muncul royalti untuk kehutanan,? ungkapnya.
Kendati ada empat kendala tersebut, Bambang Gatot menyebut DMO tetap bisa berlaku efektif setelah SK ditandatangani oleh menteri. ?Kapan penandatanganannya, kita tunggu dari menteri. Kita berharap tahun ini sudah keluar, karena harus efektif berlaku pada tahun 2009,? ujarnya. (sunandar)